Minggu, 28 November 2010

TENTANG "GAYUS TAMBUNAN"

Nama Gayus Tambunanan mendadak dibicarakan oleh masyarakat Indonesia pada bulan april lalu. Namanya pertama kali disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji.  Susno menyebutkan Gayus memiliki  Rp. 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang dijadikan pidana dan disita negara, sisanya Rp. 24,6 miliar tidak jelas. Gayus Halomoan Tambunan, belakangan ini namanya sering disebut sebagai makelar kasus pajak yang ditangani tidak sesuai aturan maksudnya penuh rekayasa. Kasus ini diduga melibatkan sejumlah jenderal di kepolisian.
Uang sebanyak itu tentu saja mengejutkan melihat Gayus hanya pegawai pajak golongan IIIA. Sebagai perbandingan, gaji PNS golongan IIIA dengan masa jabatan 0 sampai 10 tahun hanya berkisar antara Rp 1,6 juta sampai Rp 1,8 juta per bulan. Namun angka ini belum memperhitungkan tunjangan menyusul adanya remunerasi di Ditjen pajak. Di kantor pusat pajak, Gayus memegang jabatan sebagai Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak. Namun seiring merebaknya kasus markus ini, jabatan Gayus langsung dicopot. Dia kini hanya menjadi pegawai pajak biasa. Seharian kemarin Gayus menjalani pemeriksaan di Direktorat Kepatutan Internal Transformasi Sumbaer Daya Aparatur (KISDA) Pajak.
Menurut saya, proses hukum gayus tambunan sekarang mulai tidak jelas. Beberapa minggu kemarin di beritakan Gayus bisa bebas keluar masuk tahanan, itu sangat melanggar hukum. Sampai-sampai dia pergi ke Bali, dan dia sendiri pun mengakui itu. Dia keluar masuk tahanan dengan cara menyuap petugas yang ada disitu, kejadian ini kalau tidak ditangani dengan tegas akan berulang terus menerus. Istrinya pun sekarang  memilih untuk berhenti dari PNS, mungkin karena psikologisnya mulai terganggu dengan kasus suaminya sendiri. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan, hukuman bagi Gayus Tambunan seharusnya dihukum lebih dari hukuman seumur hidup. Sementara pakar hukum pidana dari Universitas Hassanuddin Makassar, Ahmad Ali menilai, Gayus layak dijatuhi hukuman mati.
Tindakan Gayus sudah merusak moral dan mental Indonesia. Diberitakan sekarang ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah melakukan persiapan untuk gelar perkara Gayus Tambunan bersama Mabes Polri. Menurut Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin, KPK telah menyiapkan bahan-bahan untuk membahas kasus Gayus. Tidak hanya Polri, KPK pun ikut menangani kasus Gayus. Dan mudah mudahan kasus ini cepat selesai, mengingat kasus ini sudah lama terungkap. Polri–KPK, harus bekerja keras dalam menangani kasus Gayus, sebab masih ada lagi orang-orang yang terlibat. Hukuman bagi para koruptor seharusnya minimal hukuman seumur hidup bahkan sampai hukuman mati. Karena dia telah memakai uang negara, yang seharusnya menjadi milik masyarakat miskin. Masih banyak para koruptor atau “Gayus-gayus” yang lain, yang berkeliaran dan belum terungkap kasusnya. Hukum di Indonesia harus ditegakan, diperketat, supaya tidak ada lagi kasus seperti ini, karena sangat merugikan orang banyak.

Selasa, 16 November 2010

ANAK JALANAN JUGA PUTRA BANGSA INDONESIA

            Anak Jalanan yang ada di bumi ini semakin hari semakin banyak, tidak hanya di Indonesia tetapi di luar negeri pun banyak anak jalanan. Di Indonesia terutama daerah Jakarta dan sekitarnya, anak jalanan sering berada di lampu merah entah itu sedang mengamen ataupun sedang meminta-minta kepada pengendara yang sedang lewat. Beberapa tahun terakhir ini, di Indonesia, perhatian sebagian warga masyarakat terhadap kehidupan anak-anak semakin meningkat. Hal ini didorong oleh rasa kemanusiaan dan kondisi anak yang semakin terpuruk. Sosok anak-anak di Indonesia tampil dalam kehidupan yang tidak menggembirakan. Hal itu tampak dari semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Kondisi anak-anak yang semakin terpuruk hanya teramati dari tampilan fisiknya saja. Padahal di balik tampilan fisik itu ada kondisi yang memprihatinkan, bahkan kadang-kadang lebih dari itu. Kondisi ini disebabkan oleh semakin rumitnya krisis di Indonesia seperti, krisis ekonomi, hukum, moral, dan berbagai krisis lainnya.
            Berkaitan dengan anak jalanan, pada mumnya mereka berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif. Mereka itu ada yang tinggal di kota setempat, di kota lain terdekat, atau di propinsi lain. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada anak jalan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada anak yang tak mengenal keluarganya.
            Ada beberapa kegiatan anak jalanan yaitu mencari uang, mencari kepuasan dalam dirinya, dan tindakan asusila. Keadaan kota mengundang maraknya anak jalanan. Kota yang padat penduduknya seperti Jakarta dan banyak keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang  serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain yang lebih dewasa. Upaya pemberdayaan kepada anak-anak jalanan seyogyanya terus dijalankan melalui berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, misalnya : Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar, pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, selatihan seni dan kreativitas. Anak jalanan masih berpeluang untuk mengubah nasibnya melalui belajar; karena itu perlu menggali sumber atau pendukung program. Agar anak-anak jalanan mau mengikuti program, maka sumber belajar harus bersikap empati dan mampu meyakinkan kepada mereka, bahwa program pendidikan tersebut benar-benar mendukung pengembangan diri mereka. Untuk itu, penguasaan terhadap karakteristik dan kebutuhan belajar anak-anak jalanan akan sangat membantu para sumber belajar untuk bersikap empati kepada mereka.