Senin, 05 November 2012

Fungsi dan Peranan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi


PENDAHULUAN
Era kesejagatan atau globalisasi adaIah era keterbukaan dan persaingan bebas. Dalam masa ini semua informasi dengan kecanggihan teknologi dapat diakses secara transparan . Apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi di suatu negara, pada saat itu pula dapat diketahui oleh orang-orang di negara-negara yang lain . Hanya saja, kemampuan suatu negara untuk mengakses, dan memanfaatkan informasi- informasi itu sangat bergantung pada banyak faktor . Satu di antaranya adalah kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya, yakni kualitas orang-orang yang berada di belakang teknologi canggih itu . Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia, semakin besar pula daya aksesnya, dan produk yang dihasilkan semakin besar pula daya saingnya di pasar global . Demikian pula sebaliknya . Berbicara tentang kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini, janganlah dahulu mereka dibandingkan dengan yang ada di negara-negara maju, seperti Jepang, Eropa, Amerika, dan Australia, dengan yang ada di negaranegara tetangga Malaysia, Thailand, dan Filipina saja kepunyaan kita masih berada di bawahnya. Masalahnya sekarang bagaimanakah kita harus mempersiapkan sumber daya manusia kita dalam upaya mempersempit kesenjangan itu sehingga era kesejagatan bukan merupakan sesuatu yang menakutkan, tetapi sesuatu yang penuh tantangan dan membawa harapan (Abdullah, 1998) .
BAB I
Potret Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi
Era globalisasi akan menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa yang semakin global dipakai oleh semua bangsa di dunia ialah bahasa Inggris, yang pemkainya lebih dari satu miliar. Akan tetapi, sama hanya denga bidang-bidang kehidupan laian, sebagaimana dikemukakan oleh Naisbii (1991) dalam bukunya Global Paradox, akan terjadi paradoks-paradoks dalam berbagai komponen kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa Inggris, misalnya, walaupun pemakainya semakin besar sebagai bahasa kedua, masyarakat suatu negara akan semakin kuat juga memempertahankan bahasa ibunya. Di Islandia, sebuah negara kecil di Erpa, yang jumlah penduduknya sekitar 250.000 orang, walaupun mereka dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Inggris seabagai bahasa kedua, negara ini masih mempertahankan kemurnian bahasa pertamanya dari pengaruh bahasa Inggris. Di Kubekistan (Guebec), yang salama ini peraturan di negara bagian ini mewajibkan penggunaan bahasa Perancis untuk semua papan nama, sekarang diganti dengan bahasa sendiri. Demikian juga negara-negara pecahan Rusia seperti Ukraina, Lithuania, Estonia (yang memisahkan diri dari Rusia) telah menggantikan semua papan nama di negara tersebut yang selama itu menggunakan bahasa Rusia.
Bagaimana halnya dengan di Indonesia? Di Indonesia, fenomena yang sama pernah dilakukan dengan pengeluaran Surat Menteri Dalam Negeri kepada gubernur, bupati, dan walikota seluruh Indonesia Nomor 1021/SJ tanggal 16 Maret 1995 tentang Penertiban Penggunaan Bahasa Asing. Surat itu berisi instruksi agar papan-papan nama dunia usaha dan perdagangan di seluruh Indonesia yang menggunakan bahasa asing agar diubah menjadi bahasa Indonesia. Ketika awal pemberlakukan peraturan tersebut, tampak gencar dan bersemangat usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Pemda DKI Jakarta, misalnya, bekerja sama dengan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengadakan teguran-teguran lisan dan tertulis, bahkan turun ke lapangan mendatangi perusahaan-perusahaan yang papan namanya menggunakan bahasa Inggris atau mencampuradukkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan struktur bahasa Inggris. Misalnya, sebelumnya terpampang “Pondok Indah Mall”, “Ciputra Mall”, “Lippo Bank”, “Mestika Bank”, dan lain=lain, sekarang diubah menjadi “Mal Pondok Indah”, “Mal Ciputra”, “Bank Lippa”, “Bank Mestika”.
Berbagai fenomena dan kenyataan itu akan semakin mendukung ke arah terjadinya suatu pertentangan (paradoks) dan arus tarik-menarik antara globalisasi dan lokalisasi. Persoalan berikutnya adalah mampukah bahasa Indonesia mempertahankan jati dirinya di tengah-tengah arus tarik-menarik itu? Untuk menjawab persoalan ini, marilah kita menengok ke belakang bagaimana bahasa Indonesia yang ketika itu masih disebut bahasa Melayu mampu bertahan dari berbagai pengaruh bahasa lain baik bahasa asing maupun bahasa daerah lainnya di nusantara. Sejauh ini tanpa terasa banyak kosakata yang sebenarnya hasil serapan dari bahasa lain tetapi sudah kita anggap sebagai kosakata bahasa Melayu/Indonesia. Misalnya sebagai berikut.
BAB II
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini memungkinkan munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode, alih kode maupun bahasa gaul. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari adanya interaksi dan komunikasi antarsesamanya. Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama bahasa adalah bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat.
Dunia pendidikan yang syarat pembelajaran dengan media bahasa menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi yang primer. Sejalan dengan hal tersebut, bahasa baku merupakan simbol dalam dunia pendidikan dan cendekiawan. Penguasaan Bahasa Indonesia yang maksimal dapat dicapai jika fundasinya diletakkan dengan kokoh di rumah dan di sekolah mulai TK (Taman Kanak-kanak) sampai PT (Perguruan Tinggi). Akan tetapi, fundasi ini pada umumnya tidak tercapai. Di berbagai daerah, situasi kedwibahasaan merupakan kendala. Para guru kurang menguasai prinsip-prinsip perkembangan bahasa anak sehingga kurang mampu memberikan pelajaran bahasa Indonesia yang serasi dan efektif.
Kurangnya pemahaman terhadap variasi pemakaian bahasa berimbas pada kesalahan penerapan berbahasa. Secara umum dan nyata perlu adanya kesesuaian antara bahasa yang dipakai dengan tempat berbahasa. Tolok ukur variasi pemakaian bahasa adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan parameter situasi. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma yang berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia (Sugono, 1994: 8).
a. Bahasa Indonesia yang baik
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu terikat pada patokan. Dalam situasi formal seperti kuliah, seminar, dan pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal yang selalu memperhatikan norma bahasa.
b. Bahasa Indonesia yang benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati secara konsisten, pemakaian bahasa dikatakan benar. Sebaliknya jika kaidah-kaidah bahasa kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar atau tidak baku.
Hymes (1974) dalam Chaer (1994:63) mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni :
a) Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan. Contohnya, percakapan yang terjadi di kantin sekolah pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika pelajaran berlangsung.
b) Participants, yaitu orang- orang yang terlibat dalam percakapan. Contohnya, antara karyawan dengan pimpinan. Percakapan antara karyawan dan pimpinan ini tentu berbeda kalau partisipannya bukan karyawan dan pimpinan, melainkan antara karyawan dengan karyawan.
c) Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya, seorang guru bertujuan menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik, tetapi hasilnya sebaliknya, murid-murid bosan karena mereka tidak berminat dengan pelajaran bahasa.
Sebenarnya apabila kita mendalami bahasa menurut fungsinya yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama dan utama di negara Republik Indonesia.
Selain bahasa daerah, bahasa-bahasa lain seperti bahasa Cina, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis berkedudukan sebagai bahasa asing. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa terebut bertugas sebagai sarana perhubungan antarbangsa, sarana pembantu pengembangan bahasa Indonesia, dan alat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern bagi kepentingan pembangunan nasional. Jadi, bahasa-bahasa asing ini merupakan bahasa ketiga di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini dapat ditarik simpulan bahwa era global dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap eksistensi bahasa Indonesia. Namun demikian, dengan kemajuan teknologi seharusnya bisa kita manfaatkan dalam pemertahanan bahasa Indonesia. Salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah dengan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis ICT (Information, Communication and Technology). Selain itu, karena masyarakat Indonesia yang multikultur pembelajaran bahasa Indonesia berbasis multikultur menjadi penting untuk diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan: Himpunan Bahasan. Penerbit: Diponegoro.
Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.

Sabtu, 06 Oktober 2012

Portofolio Diri


Data Pribadi
Nama Lengkap : Mohamad Wildan Rahman
Tempat / Tanggal Lahir : Sukabumi, 18 Februari 1993
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat : Perum. Pondok Aren Jl. Nias no: 230 Rt/Rw 07/007 Ciluar Bogor
Kewarganegaraan : Indonesia
Facebook : Mohamad Wildan Rahman
Twitter : @welsikewel
No HP : 085691532229
Pendidikan : Univesitas Gunadarma
Fakultas / Jurusan : Ilmu Komputer / Sistem Informasi
Kelas : 3KA09
NPM : 14110486

Latar Belakang Pendidikan
1998-2004 SDN Cikembar 1 (Sukabumi)
2004-2005 SMPN 1 Cikembar (Sukabumi)
2005-2007 SMPN 15 Bogor
2007-2010 SMAN 7 Bogor
2010-Sekarang Universitas Gunadarma

Kemampuan Pribadi
-          Menguasai masalah software dalam komputer.
-          Menguasai beberapa bahasa pemrograman yg diajarkan dikampus.
-          Menguasai kegiatan di bidang olah raga dan mendaki gunung.
-          Mengikuti Organisasi pecinta alam di SMA.
Kegiatan diluar Pendidikan
-           Mengikuti seminar Jurnalistik ‘Jurnalistik Berbasis IT’.
-          Mengikuti seminar ‘Fruity Loops’
-          Mengikuti Seminar ‘Drawing and Cognitive development’
Pendidikan diluar Sekolah
-          Mengikuti kursus Primagama dan BBC

Kamis, 04 Oktober 2012

Implementasi Grafik Komputer dan Pengolahan Citra


A.Grafik Komputer
 
Merupakan proses untuk menciptakan suatu gambar berdasarkan deskripsi obyek maupun latar belakang yang terkandung pada gambar, sesuai dengan obyek di alam nyata. Dimana grafik munculnya dari sebuah komputer graphic yang dapat meningkatkan komunikasi antara komputer dan manusia. Ada fasilitas-fasilitas GDI (Grafical Device Interface) yang dipunyai oleh beberapa aplikasi yang mungkin sudah kita dengar seperti Borland C++ Builder yang dikenal memudahkan penggunanya dalam menciptakan aplikasi grafik.

Pada saat ini Grafika komputer mulai dirasa sangat penting oleh masyarakat karena mencakup hampir semua bidang kehidupan seiring dengan semakin maju dan pentingnya sistem komputer dalam berbagai kegiatan.Grafika computer atau yang biasa dikenal dengan visualisasi data, Merupakan bagian ilmu komputer yang memiliki keterkaitan yang kuat untuk memanipulasi ataupun pembuatan visual secara digital yang juga dapat diartikan sebagai seperangkat hardware dan software untuk membuat game komputer, foto, film animasi, gambar, grafik atau citra realistic untuk seni. Grafika computer mempunyai beberapa bagian, diantaranya : Geometri, Animasi, Rendering, Citra.

Bagian dari disiplin ilmu grafik komputer meliputi:
• Geometri: yaitu ilmu untuk mempelajari cara menggambarkan permukaan bidang
• Animasi: yaitu ilmu untuk mempelajari cara menggambarkan dan memanipulasi gerakan
• Rendering: yaitu ilmu untuk mempelajari algoritma untuk menampilkan efek cahaya
• Citra (Imaging): yaitu ilmu untuk mempelajari cara pengambilan dan penyuntingan gambar

B. Pengolahan Citra

Pengolahan citra pun tidak kalah pentingnya dengan grapik computer, biasanya masyarakat menggunakan pengolahan citra untuk mendentifikasi suatu pewarnaan pada kemasan ataupun pada barang-barang lainnya. Pengeolahan citra sendiri merupakan salah satu cabang dari ilmu informatika. Pengolahan citra berkutat pada usaha untuk melakukan transformasi suatu citra/gambar menjadi citra lain dengan menggunakan teknik tertentu.
Pengolahan Citra  merupakan salah satu cabang dari ilmu informatika. Pengolahan citra berkutat pada usaha untuk :
  • Memperbaiki kualitas gambar, dilihat dari aspek radiometrik (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra) dan dari aspek geometrik (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik).
  • Melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis.
  • Melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi obyek atau pengenalan obyek yang terkandung pada citra.
  • Melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data.
Contoh Aplikasi Pengolahan Citra :

Teknologi Game Online
Merupakan aplikasi yang menggunakan komputer grafis dan melibatkan interaksi dengan user interface untuk menghasilkan umpan balik berupa visualisasi pada perangkat video. Aplikasi game ini banyak beredar dipasaran dari yang sederhana (2D) seperti tetris dan yang mulai rumit (3D) yang memerlukan resource banyak

Bidang Perancangan
Pada bidang ini grafik komputer digunakan untuk membuat berbagai desain dan model objek yang akan dibuat. Misalnya digunakan untuk mendesain suatu arsitektur bangunan,desain kendaraan dan lainnya. Menggunakan software desain grafis seperti auto cad, 3D MAX semuanya akan berlangsung secara mudah dan lebih spesifik dalam perancangan yang akan dibuat. Memperkecil tingkat kesalahan sehingga akan menghasilkan suatu model yang sama seperti aslinya.

Bidang Hiburan
Pada sekarang ini semua acara hiburan di TV banyak menggunakan grafik komputer.Mulai dari film kartun, iklan di TV hingga acara sinetron sekalipun sudah di selipi oleh grafik komputer. Grafik komputer disini berupa efek animasi yang dapat membuat film semakin menarik.

Jumat, 29 Juni 2012

Abraham Lincoln


Abraham Lincoln (lahir di Hardin County, Kentucky, 12 Februari 1809 – meninggal di Washington, D.C., 15 April 1865 pada umur 56 tahun) adalah Presiden Amerika Serikat yang ke-16, menjabat sejak 4 Maret 1861 hingga terjadi pembunuhannya. Dia memimpin bangsanya keluar dari Perang Saudara Amerika, mempertahankan persatuan bangsa, dan menghapuskan perbudakan.

Namun, saat perang telah mendekati akhir, dia menjadi presiden AS pertama yang dibunuh. Sebelum pelantikannya pada tahun 1860 sebagai presiden pertama dari Partai Republik, Lincoln berprofesi sebagai pengacara, anggota legislatif Illinois, anggota DPR Amerika Serikat, dan dua kali gagal dalam pemilihan anggota senat.

Sebagai penentang perbudakan, Lincoln memenangkan pencalonan presiden Amerika Serikat dari Partai Republik pada tahun 1860 dan kemudian terpilih sebagai presiden. Masa pemerintahannya diwarnai dengan kekalahan dari pihak Negara Konfederasi Amerika Serikat, yang pro perbudakan, dalam Perang Saudara Amerika. Dia mengeluarkan dekrit yang memerintahkan penghapusan perbudakan melalui Proclamation of Emancipation pada tahun 1863, dan menambahkan Pasal ketiga belas ke dalam UUD AS pada tahun 1865.

Lincoln mengawasi perang secara ketat, termasuk pemilihan panglima perang seperti Ulysses S. Grant. Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Lincoln mengorganisir faksi-faksi dalam Partai Republik dengan baik, membawa tiap pemimpin faksi ke dalam kabinetnya dan memaksa mereka bekerja sama. Lincoln berhasil meredakan ketegangan dengan Inggris menyusul Skandal Trent pada tahun 1861. Di bawah kepemimpinannya pihak Utara berhasil menduduki wilayah Selatan dari awal peperangan. Lincoln kemudian terpilih kembali sebagai presiden AS pada tahun 1864.

Para penentang perang mengkritisi Lincoln karena sikapnya yang menolak berkompromi terhadap perbudakan. Sebaliknya, kaum konservatif dari golongan Republikan Radikal, faksi pro penghapusan perbudakan Partai Republik, mengkritisi Lincoln karena sikapnya yang lambat dalam penghapusan perbudakan. Walaupun terhambat oleh berbagai rintangan, Lincoln berhasil menyatukan opini publik melalui retorika dan pidatonya; pidato terbaiknya adalah Pidato Gettysburg. Mendekati akhir peperangan, Lincoln bersikap moderat terhadap rekonstruksi, yaitu mendambakan persatuan kembali bangsa melalui kebijakan rekonsiliasi yang lunak.

Penggantinya, Andrew johnson, juga mendambakan persatuan kembali orang kulit putih, tapi gagal mempertahankan hak para budak yang baru dibebaskan. Lincoln dinilai sebagai presiden AS yang paling hebat sepanjang sejarah Amerika.
Presiden Lincoln tertembak di teater Ford, Washington, Amerika Serikat, pada 14 April 1865 dan meninggal keesokan harinya pada tanggal 15 April 1865 pada usia 56 tahun. Pembunuhnya, John Wilkes Booth adalah seorang pemain sandiwara yang memiliki gangguan jiwa, ia juga salah seorang pendukung Konfederasi yang menentang diserahkannya tentara Konfederasi kepada pemerintah setelah berakhirnya perang saudara.
Presiden Lincoln dimakamkan di Springfield, AS dan dikenang oleh Amerika dan dunia sebagai pejuang demokrasi karena jasa-jasanya.

Masalah Sandal jepit

Ironisnya lagi, mengaku sebagai negara hukum, namun  mencari keadilan di negeri ini seakan begitu sulit. Padahal, keadilan adalah tujuan yang menjadi roh penegakan hukum, di samping kemanfaatan dan kepastian. Deretan peristiwa memilukan menjadi bukti. Mungkin dada kita akan tersesak dan tanpa sadar terisak ketika mendengar Nenek Minah asal Banyumas (65 tahun) harus menikmati 45 hari dinginnya hotel prodeo dengan percobaan 3 bulan hanya karena memetik tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RAS). Begitu juga dengan Prita Mulyasari yang harus berjuang menjalani proses hukum hanya karena berbagi kisah dengan sahabatnya melalui media elektronik atas buruknya pelayanan RS Omny Internasional.

Atau kalau ingatan kita sudah agak nanar dengan deretan kisah pilu itu, cermatilah kasus AAL, siswa SMK berusia 15 tahun asal Palu yang harus dituntut 5 tahun penjara karena dituduh mencuri sandal jepit yang harganya tak lebih dari Rp 30.000. Kita tentu sepakat, bahwa semua yang bersalah harus dihukum. Namun hukum juga tidak boleh dipahami dengan legalistik formal belaka. Landasan sosiologis dan filosopis dari setiap putusan juga harus menjadi pertimbangan yang tidak boleh terlupakan.

Sekarang, mari bandingkan kasus-kasus di atas dengan vonis yang diterima para terdakwa korupsi. Selain puluhan yang bebas, rata-rata vonisnya juga hanya berkisar 1 sampai 3 tahun, padahal sudah merampok miliaran uang negara. Sungguh menyakitkan.

Harus diakui, ada kekurangan dalam KUHP maupun perundang-undangan lainnya yang cenderung menggeneralisasi setiap kasus. Pasal 362 KUHP yang dijadikan ancaman hukuman bagi AAL misalnya. Tidak ada pembedaan hukuman kepada anak-anak dan orang dewasa.

Begitu juga dengan situasi dan kondisi pelaku seperti dalam kasus nenek Minah. Termasuk akibat dari perbuatan tersebut. Memang tiada peraturan yang sempurna. Namun seharusnya di sinilah hakim hadir sebagai penyempurna dengan kewenangan yang dimilikinya.  Sebagai pengadil, hakim bebas menemukan hukum (rechtsvinding) sekaligus menciptakan hukum (judge made law).

Sayangnya, hal itulah yang masih minim ditemukan di banyak diri hakim kita saat ini. Selain itu, putusan hakim tidak berdiri sendiri, namun berproses. Mulai penyelidikan, penyidikan, dakwaan hingga tuntutan yang semuanya sangat mempengaruhi putusan. Karena itu, harus ada sinergitas antara kepolisian, kejaksaan dan kehakiman demi sebuah putusan yang dibuat demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa itu. Semoga. (Januari Sihotang)