Jumat, 29 Juni 2012

Abraham Lincoln


Abraham Lincoln (lahir di Hardin County, Kentucky, 12 Februari 1809 – meninggal di Washington, D.C., 15 April 1865 pada umur 56 tahun) adalah Presiden Amerika Serikat yang ke-16, menjabat sejak 4 Maret 1861 hingga terjadi pembunuhannya. Dia memimpin bangsanya keluar dari Perang Saudara Amerika, mempertahankan persatuan bangsa, dan menghapuskan perbudakan.

Namun, saat perang telah mendekati akhir, dia menjadi presiden AS pertama yang dibunuh. Sebelum pelantikannya pada tahun 1860 sebagai presiden pertama dari Partai Republik, Lincoln berprofesi sebagai pengacara, anggota legislatif Illinois, anggota DPR Amerika Serikat, dan dua kali gagal dalam pemilihan anggota senat.

Sebagai penentang perbudakan, Lincoln memenangkan pencalonan presiden Amerika Serikat dari Partai Republik pada tahun 1860 dan kemudian terpilih sebagai presiden. Masa pemerintahannya diwarnai dengan kekalahan dari pihak Negara Konfederasi Amerika Serikat, yang pro perbudakan, dalam Perang Saudara Amerika. Dia mengeluarkan dekrit yang memerintahkan penghapusan perbudakan melalui Proclamation of Emancipation pada tahun 1863, dan menambahkan Pasal ketiga belas ke dalam UUD AS pada tahun 1865.

Lincoln mengawasi perang secara ketat, termasuk pemilihan panglima perang seperti Ulysses S. Grant. Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Lincoln mengorganisir faksi-faksi dalam Partai Republik dengan baik, membawa tiap pemimpin faksi ke dalam kabinetnya dan memaksa mereka bekerja sama. Lincoln berhasil meredakan ketegangan dengan Inggris menyusul Skandal Trent pada tahun 1861. Di bawah kepemimpinannya pihak Utara berhasil menduduki wilayah Selatan dari awal peperangan. Lincoln kemudian terpilih kembali sebagai presiden AS pada tahun 1864.

Para penentang perang mengkritisi Lincoln karena sikapnya yang menolak berkompromi terhadap perbudakan. Sebaliknya, kaum konservatif dari golongan Republikan Radikal, faksi pro penghapusan perbudakan Partai Republik, mengkritisi Lincoln karena sikapnya yang lambat dalam penghapusan perbudakan. Walaupun terhambat oleh berbagai rintangan, Lincoln berhasil menyatukan opini publik melalui retorika dan pidatonya; pidato terbaiknya adalah Pidato Gettysburg. Mendekati akhir peperangan, Lincoln bersikap moderat terhadap rekonstruksi, yaitu mendambakan persatuan kembali bangsa melalui kebijakan rekonsiliasi yang lunak.

Penggantinya, Andrew johnson, juga mendambakan persatuan kembali orang kulit putih, tapi gagal mempertahankan hak para budak yang baru dibebaskan. Lincoln dinilai sebagai presiden AS yang paling hebat sepanjang sejarah Amerika.
Presiden Lincoln tertembak di teater Ford, Washington, Amerika Serikat, pada 14 April 1865 dan meninggal keesokan harinya pada tanggal 15 April 1865 pada usia 56 tahun. Pembunuhnya, John Wilkes Booth adalah seorang pemain sandiwara yang memiliki gangguan jiwa, ia juga salah seorang pendukung Konfederasi yang menentang diserahkannya tentara Konfederasi kepada pemerintah setelah berakhirnya perang saudara.
Presiden Lincoln dimakamkan di Springfield, AS dan dikenang oleh Amerika dan dunia sebagai pejuang demokrasi karena jasa-jasanya.

Masalah Sandal jepit

Ironisnya lagi, mengaku sebagai negara hukum, namun  mencari keadilan di negeri ini seakan begitu sulit. Padahal, keadilan adalah tujuan yang menjadi roh penegakan hukum, di samping kemanfaatan dan kepastian. Deretan peristiwa memilukan menjadi bukti. Mungkin dada kita akan tersesak dan tanpa sadar terisak ketika mendengar Nenek Minah asal Banyumas (65 tahun) harus menikmati 45 hari dinginnya hotel prodeo dengan percobaan 3 bulan hanya karena memetik tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RAS). Begitu juga dengan Prita Mulyasari yang harus berjuang menjalani proses hukum hanya karena berbagi kisah dengan sahabatnya melalui media elektronik atas buruknya pelayanan RS Omny Internasional.

Atau kalau ingatan kita sudah agak nanar dengan deretan kisah pilu itu, cermatilah kasus AAL, siswa SMK berusia 15 tahun asal Palu yang harus dituntut 5 tahun penjara karena dituduh mencuri sandal jepit yang harganya tak lebih dari Rp 30.000. Kita tentu sepakat, bahwa semua yang bersalah harus dihukum. Namun hukum juga tidak boleh dipahami dengan legalistik formal belaka. Landasan sosiologis dan filosopis dari setiap putusan juga harus menjadi pertimbangan yang tidak boleh terlupakan.

Sekarang, mari bandingkan kasus-kasus di atas dengan vonis yang diterima para terdakwa korupsi. Selain puluhan yang bebas, rata-rata vonisnya juga hanya berkisar 1 sampai 3 tahun, padahal sudah merampok miliaran uang negara. Sungguh menyakitkan.

Harus diakui, ada kekurangan dalam KUHP maupun perundang-undangan lainnya yang cenderung menggeneralisasi setiap kasus. Pasal 362 KUHP yang dijadikan ancaman hukuman bagi AAL misalnya. Tidak ada pembedaan hukuman kepada anak-anak dan orang dewasa.

Begitu juga dengan situasi dan kondisi pelaku seperti dalam kasus nenek Minah. Termasuk akibat dari perbuatan tersebut. Memang tiada peraturan yang sempurna. Namun seharusnya di sinilah hakim hadir sebagai penyempurna dengan kewenangan yang dimilikinya.  Sebagai pengadil, hakim bebas menemukan hukum (rechtsvinding) sekaligus menciptakan hukum (judge made law).

Sayangnya, hal itulah yang masih minim ditemukan di banyak diri hakim kita saat ini. Selain itu, putusan hakim tidak berdiri sendiri, namun berproses. Mulai penyelidikan, penyidikan, dakwaan hingga tuntutan yang semuanya sangat mempengaruhi putusan. Karena itu, harus ada sinergitas antara kepolisian, kejaksaan dan kehakiman demi sebuah putusan yang dibuat demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa itu. Semoga. (Januari Sihotang)


Negara boleh Hukum, tapi dimana Keadilan?


Indonesia adalah negara hukum! Begitu bunyi yang tertuang di dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Kendati pasal tersebut baru secara eksplisit hadir dalam batang tubuh UUD 1945 setelah reformasi (perubahan ketiga UUD 1945 tahun 2001), namun sesungguhnya cita-cita negara hukum sudah diamanatkan oleh UUD sebelum perubahan.
Dalam penjelasan umum UUD 1945, dikatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), bukan kekuasaan belaka (machstaat). Artinya, sejak awal pembentukan negara ini, para founding fathers sudah sepakat untuk menjadikan hukum sebagai acuan dalam berbangsa dan bernegara.

Persoalannya kemudian, ketika mengaku sebagai negara hukum, sudahkah negara ini memenuhi syarat yang harus dipenuhi sebagai negara hukum? Dengan merampungkan berbagai teori mengenai negara hukum, maka setidaknya ada tiga hal yang harus dipenuhi ketika suatu negara mengaku sebagai negara hokum.

Pertama, pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Kedua, peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak. Ketiga, adanya jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

Kalau mau jujur, pemenuhan tiga aspek penting negara hukum tersebut belum sesuai harapan di Indonesia. Pertama, pengakuan hak asasi menjadi problem mendasar bangsa ini. Misalnya saja, pemenuhan hak hidup layak, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta kesetaraan di dalam hukum telah menjadi barang mahal yang seakan mustahil dibayar negara ini kepada warganya.

Belum lagi penyakit lupa penguasa dengan beberapa pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Kedua, pengadilan di Indonesia telah jauh melenceng dari misinya sebagai tempat mencari keadilan. Pengadilan justru berubah menjadi ajang adu kekuatan, tempat mencari pemenang dan yang kalah. Pengadilan juga menjadi begitu sulit menggeliat akibat timbunan lemak kepentingan dan intimidasi pengaruh politik uang dan kekuasaan.

Begitu juga dengan aspek ketiga, jaminan kepastian hukum. Meminjam istilah Mahfud MD, bahwa hukum (undang-undang) adalah produk politik. Memang dalam tiga pilar kekuasaan trias politica, anggapan itu menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan. Apalagi bila negara telah berumah dalam ranah demokrasi. Tanpa sadar, ternyata negara menjelma partiokrasi, dimana setiap peraturan dan kebijakan banyak disetir partai politik.

Salahkah partai politik? Jawabannya tentu, tidak. Yang bermasalah adalah ketika partai politik diisi oleh orang-orang yang tidak mampu menjadi negarawan ketika kekuasaan yang dimilikinya sangat dibutuhkan untuk menyejahterakan publik. Termasuk dalam pembentukan regulasi, seperti undang-undang.

Kerugian Jaringan Komputer


Jaringan dengan berbagai keunggulannya memang sangat membantu sekali kerja dalam suatu perusahaan. Tetapi kerugiannya juga banyak apabila tidak di sadari dari awal. Berikut beberapa kerugian dari implementasi jaringan  :
  1. Biaya yang tinggi kemudian semakin tinggi lagi. pembangunan jaringan meliputi berbagai aspek: pembelian hardware, software, biaya untuk konsultasi perencanaan jaringan, kemudian biaya untuk jasa pembangunan jaringan itu sendiri. Infestasi yang tinggi ini tentunya untuk perusahaan yang besar dengan kebutuhan akan jaringan yang tinggi. Sedangkan untuk pengguna rumahan biaya ini relatif kecil dan dapat ditekan. Tetapi dari awal juga network harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak ada biaya overhead yang semakin membengkak karena misi untuk pemenuhan kebutuhan akan jaringan komputer ini.
  2. Manajemen Perangkat keras Dan Administrasi sistem : Di suatu organisasi perusahaan yang telah memiliki sistem, administrasi ini dirasakan merupakan hal yang kecil, paling tidak apabila dibandingkan dengan besarnya biaya pekerjaan dan biaya yang dikeluarkan pada tahap implementasi. Akan tetapi hal ini merupakan tahapan yang paling penting. Karena Kesalahan pada point ini dapat mengakibatkan peninjauan ulang bahkan konstruksi ulang jaringan. Manajemen pemeliharaan ini bersifat berkelanjutan dan memerlukan seorang IT profesional, yang telah mengerti benar akan tugasnya. Atau paling tidak telah mengikuti training dan pelatihan jaringan yang bersifat khusus untuk kebutuhan kantornya.
  3. Sharing file yang tidak diinginkan : With the good comes the bad, ini selalu merupakan hal yang umum berlaku (ambigu), kemudahan sharing file dalam jaringan yang ditujukan untuk dipakai oleh orang-orang tertentu, seringkali mengakibatkan bocornya sharing folder dan dapat dibaca pula oleh orang lain yang tidak berhak. Hal ini akan selalu terjadi apabila tidak diatur oleh administrator jaringan.
  4.  Aplikasi virus dan metode hacking : hal-hal ini selalu menjadi momok yang menakutkan bagi semua orang, mengakibatkan network down dan berhentinya pekerjaan. Permasalahan ini bersifat klasik karena system yang direncanakan secara tidak baik. Masalah ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab keamanan jaringan.





Kebebasan Beragama


           Topik kebebasan dan hak azasi manusia adalah topic yang universal, namun ia tidak berarti netral. Sebab pembahasan mengenai kebebasan dan HAM pada umumnya hanya dalam perspektif manusia yang dalam peradaban Barat telah terbentuk dalam doktrin humanisme. Humanisme sendiri selalu dihadapkan atau berhadap-hadapan dengan agama. Ini sekaligus merupakan pertanda bahwa orientasi manusia Barat telah bergeser dari sentralitas Tuhan kepada sentralitas manusia. Manusia lebih penting dari agama, dan sikap manusiawi seakan menjadi lebih mulia daripada sikap religius. Dalam situasi seperti ini topik mengenai kebebasan beragama dipersoalkan. Akibatnya terjadi ketegangan dan perebutan makna kebebasan beragama antara agama dan humanisme.
        Ketika humanisme memaknai kebebasan beragama standar kebebasannya tidak merujuk kepada agama sebagai sebuah institusi dan ketika agama memaknai kebebasan ia menggunakan acuan internal agama masing-masing dan selalunya tidak diterima oleh prinsip humanisme. Humanisme dianggap anti agama dan sebaliknya agama dapat dituduh anti kemanusiaan. Ketegangan ini perlu diselesaikan melalui kompromi ditingkat konsep dan kemudian dikembangkan pada tingkat sosial atau politik. Dan untuk itu agama-agama perlu membeberkan makna dan batasan atau tolok ukur kebebasannya masing-masing.
            Sementara itu prinsip-prinsip HAM perlu mempertimbangkan prinsip internal agama-agama. Makalah ini akan mencoba mengelaborasi makna hak dan kebebasan dari perspektif Islam, DUHAM dan perundang-undangan di Indonesia.